
Warga sedang membeli buah alpukat saat pameran pertanian di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STTP) Malang, beberapa waktu lalu. Foto diambil sebelum masa Covid-19. Foto-foto Desa-In/Bagus Suryo
Warga Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, meluaskan pertanian alpukat setelah varietas pameling kian populer dan diminati pasar domestik maupun mancanegara.
Untuk menjaga produksi, warga desa setempat melakukan perbanyakan benih di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Nakulo. Sejauh ini, hamparan lahan alpukat seluas 21 hektare dari semula hanya 500 pohon pada tahun 2013. Lahan seluas itu masih ditambah tanaman milik warga di pekarangan rumah masing-masing. Kini, varietas unggul lokal pameling menjadi ikon desa setempat.
“Bibit alpukat pameling ini berumur 2 bulan, ada yang 4 bulan,” tegas Nyoto, petani alpukat di kebun pembenihan Desa Wonorejo, Sabtu (12/9).
Menurut Nyoto, bibit itu siap tanam setelah 7 bulan sampai 8 bulan. Pohon berbuah saat berusia setahun, maksimal 2 tahun. Setelah memasuki 5 tahun hingga 15 tahun, produktivitas meningkat.
“Produktivitas rata-rata 3 kuintal per pohon. Pohon yang berusia 15 tahun bisa produksi 1,1 ton,” ungkapnya.

Alpukat yang tumbuh sejak 1939 di desa itu semula bernama varietas lokal arjuno. Berubah nama menjadi pameling setelah didaftarkan sertifikat varietas pada tahun 2014.
“Makna pameling agar dieling (diingat),” katanya.
Ketenaran buah eksotis itu menyeret nama desa sebagai sentra buah alpukat. Wisatawan berdatangan, pameling semakin dicari oleh pedagang. Hasil panen pun menambah pendapatan keluarga. Musim panen biasanya bulan Januari-Februari, Mei-Juni, November-Desember.
Alpukat pameling laris di pasar karena memiliki keunggulan buah berukuran jumbo. Sepintas mirip pepaya, berbeda dengan alpukat jenis lain. Daya tarik yang membuat buah ini diminati konsumen lantaran rasanya lebih pulen.
“Saat ini ada sekitar 2 ribu pohon bisa panen rutin dari total 30 ribu pohon yang ditanam,” imbuhnya.

Calon Varietas
Nyoto mengatakan akan melepas tiga varietas lokal alpukat, yaitu green giant, dewo dan beringin sadewo. Calon varietas green giant, lanjutnya, memiliki keunggulan mirip pameling, tetapi klaim rasa daging buahnya lebih pulen.
Berat buahnya 1,8 kg per buah sedikit di bawah pameling yang memiliki berat 1,9 kg per buah. Masa tanam sampai panen green giant sekitar 3 tahun, lebih lama dari pameling yang hanya 15 bulan dengan buah bergerombol bisa 20 buah.
Nyoto tergerak akan melepas varietas baru mengingat tingginya permintaan alpukat di dunia. Selain itu, ia berkomitmen mengembangkan pertanian ramah lingkungan. Karena itu petani dimotivasi agar mengoptimalkan pupuk organik ketimbang menggunakan pupuk kimia. Tujuannya untuk menjaga kontinuitas pertanian alpukat ke depan.
Sementara itu Kepala Desa Wonorejo Kasemin mengatakan pembenihan gencar dilakukan sejak 2013. Kendati buah alpukat hasil panen saat ini masih dijual ke pasar lokal dan supermarket, tapi hasilnya sudah nyata mengangkat perekonomian. Petani merasakan langsung hasil alpukat karena pameling dijual Rp30 ribu sampai Rp50 per kg. Dari hasil panen itu menambah pendapatan sekitar 2.700 kepala keluarga.
“Alpukat sudah mampu meningkatkan perekonomian, mengurangi angka kemiskinan sekitar 10%,” tegas Kasemin.