
Foto-foto dokumentasi Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hijau Daun di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, menyelamatkan telur penyu sebelum Covid-19
Para pemuda di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, mengabdikan dirinya untuk melestarikan lingkungan. Mereka menanam mangrove, menyelamatkan penyu dan penyadaran secara damai guna menghindari konflik sosial.
Sebelumnya, ada saja orang yang mengambil telur penyu secara ilegal di cagar alam Pulau Noko Selayar yang lokasinya tak jauh dari bibir pantai Desa Daun, Kecamatan Sangkapura. Pulau kecil itu berada di tengah Pulau Bawean.
Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) Desa Daun, Sangkapura, Gresik, Subhan, mengatakan semula para pemuda desa bukannya mendiamkan aksi penjarahan telur penyu. Tetapi berbagai upaya edukasi sudah dilakukan. Namun, toh belum ada perubahan perilaku. Para pemuda desa tak menyerah. Mereka getol sosialisasi dan edukasi tentang pelestarian lingkungan.
Subhan memutar otak, mencari cara tepat dan damai untuk menyadarkan warga yang doyan mengambil telur penyu. Sejak beberapa tahun lalu, ia dan para pemuda membeli telur-telur penyu itu. Selanjutnya menangkarkan telur di pantai yang kini masuk areal ekowisata desa setempat.
“Strategi membeli telur penyu justru mampu meluluhkan hati warga. Lama-kelamaan mereka akhirnya sadar sehingga berhenti menjarah telur penyu di pulau cagar alam,” tegas Subhan akhir pekan kemarin.
Setelah Subhan dan pemuda desa pecinta lingkungan rutin menjaga pulau, penyu-penyu pun semakin percaya menitipkan telur di pulau yang menjadi rumah bersama bagi satwa daerah setempat. Sekarang, satwa eksotis itu lebih sering menyambangi pulau setelah beberapa tahun lalu enggan pulang lantaran merasa tak aman bertelur di rumah sendiri.
“Biasanya kita mendatangi orang yang mengambil telur penyu sisik di Pulau Noko Selayar. Telurnya kita beli sembari sosialisasi dan edukasi. Dari 86 telur penyu sisik yang pernah kita pindahkan, sebanyak 45 telur menetas. Tukiknya sudah kita lepaskan sejak Oktober 2017,” ujarnya.
Luas Pulau Noko Selayar tersisa 0,8 hektare dari semula 10 hektare labih akibat pasir putihnya dijarah beberapa tahun lalu. Berton-ton pasir dikeruk untuk dijual ke luar Bawean. Akibatnya, ekosistem semakin menurun apalagi mangrove juga tak luput dari aksi pembabatan sejak 1998.
Pulau cagar alam menjadi kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Penetapannya sejak 25 Oktober 1926 berbatasan dengan Desa Dekat Agung dan Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Kabupaten Gresik. Sampai sekarang, pulau juga menjadi rumah singgah bagi burung camar yang bermigrasi dari Australia.

Siswa melepas tukik sebagai bentuk pendidikan lingkungan usia dini.
Ekowisata
Semangat para pemuda desa berlanjut sampai sekarang. Pulau Selayar masih menjadi transit penyu. “Kami mengimbau masyarakat agar memberitahukan ke kami bila melihat penyu atau tukik untuk diselamatkan,” imbuh Subhan.
Adapun musim bertelur penyu biasanya pada September-Oktober. Penjaga hutan mangrove ini melibatkan masyarakat saat melepasliarkan tukik. Mereka yang ingin berpartisipasi diminta berkontribusi menyumbang secara sukarela Rp5 ribu per ekor tukik. Pelepasan tukik pun menjadi daya tarik pariwisata tersendiri bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Wisatawan juga gemar snorkeling dan diving, termasuk berkeliling pantai menggunakan perahu.
Menurut Subhan, penyu sisik setiap tahun bertelur di areal ekowisata Desa Daun. Pemuda desa yang mengelola ekowisata itu berusaha menyelamatkan penyu yang bertelur agar menetas secara alami. Caranya dengan memagari lubang tempat penyu bertelur agar tidak disergap biawak. Semula ada 6 lubang dan 2 lubang sudah menetas. Kini, lubang-lubang tempat telur kian banyak.
“Setelah menetas, tukik-tukik itu kita lepas liarkan lagi ke habitatnya,” tuturnya.
Subhan yang juga Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hijau Daun berharap, ekowisata bisa berkembang pesat sembari didukung budidaya hasil laut agar lebih meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dengan begitu nantinya bisa jadi desa percontohan dengan keunggulan pelestarian lingkungan. Areal ekowisata juga akan diperluas termasuk membangun jalan alternatif dan areal parkir tanpa merusak lingkungan setelah semakin banyak wisatawan yang datang ke tempat itu.
Para pemuda terus merawat terumbu karang di kawasan itu. Bahkan ada terumbu karang menyerupai stupa candi di dasar pantai. Pengunjung ekowisata bisa menikmati berwisata bawah laut yang menakjubkan. Sejauh ini, lanjutnya, hasil ekowisata untuk meningkatkan pendapatan para pengelola wisata dan membangun infrastruktur di desa setempat. Jumlah pengunjung rata-rata 400 orang per hari, pada Sabtu dan Minggu sekitar 800 orang, dan hari besar bisa mencapai 1.000 orang.
“Dengan melestarikan lingkungan di desa, terbukti bisa menyejahterakan warga,” pungkasnya.