
Suatu pagi yang cerah, debur ombak pantai melantun pelan mengguyur pasir putih dibalut angin yang berhembus ringan. Dua perahu klotok yang ditumpangi 10 orang aktivis Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hijau Daun, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, menembus ombak kendati dibayangi perasaan khawatir. Sebab setelah di tengah laut tiba-tiba ombak mulai membesar.
Perahu yang mereka tumpangi, berkali-kali terangkat ke udara, berkali-kali pula terhempas ke permukaan air. Cipratan air laut sempat masuk ke geladak hingga mengenai penumpang. Namun, perahu terus melaju ke tempat tujuan.
Sekitar 15 menit perjalanan, akhirnya terlihat warna pulau didominasi putih yang disinari matahari sungguh kontras dengan birunya laut. Burung-burung camar (Laridae) berjemur bagaikan wisatawan menikmati harmonisasi alam yang seimbang.
Di hamparan pasir putih itu tidak banyak tanaman yang tumbuh. Hanya tersisa rumput, mangrove dan cemara. Terlihat pula potongan kayu berukuran besar yang terdampar setelah terbawa ombak.

Para aktivis Pokmaswas sengaja menancapkan sebagian kayu-kayu itu beberapa waktu lalu agar berdiri tegak untuk menegaskan penanda di pulau yang tidak memiliki pal batas tersebut. Kendati posisi pulau di tengah laut, tapi tidak pernah tenggelam meski air laut sedang pasang.
Para aktivis Pokwasmas konsisten menjaga lingkungan sekaligus sebagai pengawas pulau. Mereka rutin membersihkan sampah plastik, botol bekas air mineral, jarum suntik hingga mata pancing yang menancap pada kayu-kayu di pulau kecil tersebut.
Entah sejak kapan kayu-kayu dan sampah itu menjadi bagian dari pulau. Setiap air laut pasang, ombak membawa sampah yang mengotori pulau eksotis itu.
“Pulau Noko Selayar dulu seluas 10 hektare labih, sekarang tinggal 0,8 hektare. Lantas mengalami kerusakan setelah aksi pembabatan mangrove pada 1998. Pasir putihnya dikeruk dan dijual ke luar Bawean. Sejak saat itu, ekosistemnya semakin menurun,” tegas Ketua Pokmaswas Hijau Daun, Pulau Bawean, Gresik, Jatim, Subhan baru-baru ini.

Pemuda yang tergabung dalam Pokmaswas menjaga pulau sejak beberapa tahun lalu agar kerusakan tidak menjadi-jadi. Berbagai upaya sudah dilakukan mulai sosialisasi dan edukasi hingga mengajak semua pihak turut merawat lingkungan hidup. Sampai akhirnya para penjaga pulau itu berhasil membuat ekosistem mulai pulih. Warga pun mulai tobat setelah membabat mangrove.
Seiring berjalannya waktu, pulau cagar alam menjadi lestari. Pulau yang penetapannya sejak 25 Oktober 1926 itu berbatasan dengan Desa Dekat Agung dan Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Kini, menjadi rumah singgah lagi bagi burung camar yang bermigrasi dari Australia.
Penyu-penyu pun semakin percaya menitipkan telur di rumah bersama bagi satwa lainnya. Beberapa tahun lalu, satwa-satwa itu menyingkir dari pulau lantaran merasa tidak aman untuk menetaskan telur bagi generasi baru penyu di Bawean. Sekarang, satwa eksotis tersebut kembali ke rumah mereka yang pernah ia tinggalkan.
Pulau Noko Selayar menyatu menjadi bagian dari Pulau Bawean atau “Pulau Putri”. Bawean dijuluki “Pulau Putri” lantaran warga yang tinggal di rumah lebih banyak perempuan ketimbang pria. Sebab, para pria merantau untuk bekerja di luar negeri.

Di kawasan setempat, cagar alam Pulau Noko dan Pulau Nusa seluas 15 hektare di bawah kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Memiliki panjang jalur batas kawasan 2,6 km, belum pernah dilakukan rekonstruksi dan tidak memiliki pal batas.
Menurut data di BKSDA, potensi ekosistemnya batu karang. Berbagai jenis rumput laut mendominasi flora di kawasan setempat, yaitu rumput teki (Cyperus rotundus), rumput krokot (Portulaca oleacea), rumput padi-padian (Andropogon aciculatus), rumput brekak-brekak cakar ayam (Chloris barbata), katang-katang (Ipomoea pescaprae). Adapun fauna terdiri atas burung pelikan (Pelicanidae), burung belibis putih (Threskiornis aethiopicus), burung dara laut (Sternidae), berbagai jenis Crustacea dan ubur-ubur.
Untuk ke pulau yang menjadi kawasan terbatas ini cukup mudah. Transportasi menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Gresik menuju Pulau Bawean. Sedangkan jadwal kapal motor cepat dua kali seminggu. Perjalanan ditempuh selama 3-4 jam.
Setelah sampai di Pelabuhan Sangkapura, lalu melanjutkan perjalanan darat menuju Desa Daun. Transportasi juga bisa menggunakan pesawat dari Bandara Juanda, Surabaya, menuju Bandara Harun Thohir, Pulau Bawean. Sesampai di Desa Daun, untuk menuju Pulau Noko Selayar menggunakan perahu kelotok selama 15 menit perjalanan.